16 November 2008

Labels or Love - Thanx to Fergie!


Love's like a runway but which one do I love more?
No emotional baggage, just big bags filled with Dior
Love's like a runway, so what's all the fussing for?
Let's stop chasing those boys and shop some more.
1, 2, 1, 2, 3, Turn the lights on.

I know I might come off as negative
I be looking for labels, I ain't looking for love
But, relationships are often so hard to tame
A Prada dress has never broke my heart before
And, ballin's something that I'm fed up with
I'mma do the damn thing, watch me do the damn thing
Cause I know that my credit card will help me put out the flames
I guess I'm Supercalifragi-sexy, nothing to be playing with
I love him, hate him, kiss him, diss him, tryna walk a mile in my kicks

(Labels or Love – Fergie)

Lagu ini beneran ngeracunin gw akhir-akhir ini. Semua ini gara-gara mata kuliah seminar gw yang judulnya Analisa Pengaruh ‘Sex and the City: the Movie’ terhadap Gaya Berpakaian Wanita Moderen. Di penelitian gw sih cuma berputar di sekitar fashion-nya aja sebagai bagian dari lifestyle, tapi otomatis seminar ini membuat gw harus menonton SATC berkali-kali. Gw nonton yang the movie dan yang serial, and note this: berkali-kali.

Nonton SATC the movie dan serial pun belum cukup buat seminar gw. Gw harus bikin tinjauan pustaka, yang mengakibatkan gw baca buanyak buku tentang gaya hidup dan pola pikir – mau ngga mau. Ngga cuma buku, internet pun jadi sumber: situs dan blog. Inilah yang membuat gw mau ngga mau terhenti pada tulisan-tulisan tentang posfeminisme, gaya hidup, dan pola pikir wanita modern (a.k.a. wanita urban, wanita metropolitan, dan sebagainya). Yup. Wanita-wanita yang senang mengonsumsi chicklit dan bermotto ‘being single and happy’.

Begini kesimpulannya – cynical adalah karakteristik umum para wanita modern. Dihadapkan pada kenyataan bahwa populasi pria lebih sedikit dibandingkan wanita, plus banyak pria yang sudah beristri (beristri banyak), plus banyak pria yang gay – cukup membuat para wanita ini menjadi pribadi-pribadi yang sinis. Sinis terhadap cinta – sinis dan pesimis. Para wanita mulai kehilangan keberanian untuk berharap atau untuk memiliki keyakinan – there’s a right man out there waiting. Lama-lama para wanita ini pun berubah menjadi wanita yang tidak memusingkan pernikahan atau percintaan sebagai prioritas hidup lagi. Hidup single, menarik, karier OK, dan pergaulan yang luas dianggap sudah memenuhi seluruh kebutuhan wanita modern. Pacar bisa diganti dengan FASHION. Prada dress would never break our heart, men would. Fashion is a better lover.

Masalahnya, apa itu bener? :) Can we really live without men? Do we really not need men?

A woman isn’t complete without a man. But where do you find a man – a real man – these days?(Lauren Bacall, American Actress, 1924)
Bukan bener atau salah masalahnya! Masalahnya: Ada ngga A RIGHT MAN out there? Many men out there waiting, tapi apakan mereka adalah pria yang tepat untuk dijadikan pasangan hidup? Sekali salah pilih laki sama dengan penjara seumur hidup. Sekali salah pilih berlian bisa dijual lagi, seengga-engganya balik modal! Well, memang ketemu laki-laki sih belum tentu dijadiin suami, tapi apa kita – perempuan, siap untuk sakit hati (lagi) karena laki-laki? Sementara umur terus jalan, luka belum sembuh-sembuh. Lebih baik fokus sama hal lain. Mungkin itu yang ada di kepala para wanita modern.

Kemungkinan lain, saking suksesnya para wanita ini – para lelaki pun jengah untuk mendekati. Semakin sukses seseorang, apalagi perempuan, semakin demanding pula sikapnya. Demanding is a right – and that’s how we, women, think. Kita memperjuangkan segala sesuatunya untuk diri kita sendiri, masa’ kita ngga boleh menuntut sesuatu dari pasangan yang sebenernya – ngga butuh pasangan juga bisa didapatkan? Yaelah, minta tuh yang ngga bisa didapat sendirilah! Well, tapi lelaki ingin merasa dibutuhkan. Nah lo?! Serba salah nih! Akhirnya para wanita memilih untuk acting seumur hidup, berpura-pura demi kebahagiaan pasangan. Membunuh hati sendiri secara perlahan-lahan. Ngga heran muncul joke: Laki itu cuma dua jenis, kalo ngga gay ya brengsek! What a bitter joke that comes out from the deepest part of women’s hunger-of-being-loved heart.

A woman who pretends to laugh at love is like a child who sings at night when he is afraid.(Ada Leverson)

Apa bener wanita modern NGGA TERLALU BUTUH cinta lagi? NGGA TERLALU BUTUH laki-laki lagi? Karena sudah bisa memenuhi semua kebutuhannya sendiri. Are we being independent or denying reality (that we need to sacrifice a lot to be loved by a men, that there is no such superhero in man, etc)? Maybe we’re just denying reality, hiding from our difficulties to accept the reality. Tokh, ternyata akhirnya di SATC sendiri, Carrie bertanya: “What’s the harm of believing?”

No comments:

Post a Comment