20 October 2007

Tega (CURHAT!)

Kadang, susah rasanya keep moving forward tanpa mempedulikan ‘suara-suara’ yang ada di sekitar kita. Kenapa ya, rasanya suara-suara itu menjadi begitu penting padahal they don’t even know (baca: recognize) us at all. Gw – termasuk orang yang ‘ribet’ menjaga perasaan orang sampe akhirnya gw bisa ling-lung sendiri, perkataan siapa yang harus diikutin. Yes. Maybe everything in our life are the factors that influence the shaping process of our behaviour, which slowly grows into character.

Sebagai contoh, diri gw sendiri:

Dari lahir, gw dibesarkan sama sang nenek. Setelah itu gua ikut tante no. 1 (tante yang sangat baik hati), lalu tante no. 2 (tante yang sangat manis - dan BERISIK), kadang tante no.3 juga ikut involve. Hubungan gw dengan dad & his new family, juga my birth mother & her new family tetap berjalan. Sometimes it seems like too much persons enter my life – berusaha mendominasi keputusan-keputusan yang gw ambil, membentuk pola pikir gw, membentuk cara pandang. Sampe akhirnya gw ribet sendiri karena selalu punya keinginan ‘tidak mengecewakan’ siapa pun.

Few weeks ago, I was shocked by the phone call – dari seseorang, yang sebenernya ngga pernah kenal gw. Tiba-tiba, dia ngomong banyak hal. I appreciate it. Gw menganggap phone call tersebut sebagai salah satu usaha dia untuk membangun hubungannya dengan gw, yang selama ini ngga pernah dibangun. I thought, “Ah… Finally, we can join into a bond of relationship – whatever it’s called.” Ternyata, yang gw pikir akan diomongin ngga diomongin dan yang ngga terpikirkan oleh gw untuk diomongin malah diomongin. Hehehe… Kecele!

At first, hati gw berontak dan ngga terima. How dare ‘dia’ (I won’t use he or she told me things like that. Dia even doesn’t know me. Jujur saja, gw bahkan sempat diam-diam menitikkan air mata (oh so silly) sambil sok stay cool dan tetep ngomong, “Iya.” Hehe… Nora’ ah! Ng…, dan yang lebih konyolnya lagi, gw masih sempet shock sampe hampir dua hari ke depan.

Akhirnya, pikiran gw terbuka juga dan inilah hasil bukaannya:
“Kita ngga perlu mendengar dan menyerap semua yang dikatakan oleh orang lain pada kita. Mungkin kita memang mendengar, tapi kita juga yang memutuskan yang mana yang harus diserap dan dibuang. Walau menyakitkan hati (mereka atau bahkan kita), kalau apa yang dikatakan oleh orang itu benar, ya diserap. Walau menyenangkan, kalau apa yang dikatakan oleh orang itu bukan merupakan kebenaran, ya buang aja!”

So I decided, I know me better than dia. Gw sudah hidup bersama diri gw selama 21 tahun, sedangkan dia?! Hidup setahun bersama gw pun belum pernah! Many people around knows me better than dia too. Jadi kenapa gw harus repot-repot ‘memberontak’ di dalam hati padahal dia juga ngga kenal-kenal amat sama gw. Dia boleh memberikan gua 1001 kritik, saran, dan penghakiman – toh, hidup gw yang menentukan gw juga. Kalau gw ngga dengerin kata-katanya, apakah itu akan menjadi masalah? Apakah itu berarti gw ngga merespon kata-kata dia? Mungkin itu masalah buat dia, tapi buat gw ngga. Mungkin tidak melakukan hal yang bersinggungan langsung dengan area pembicaraan dia bukan sebuah respon bagi dia, tapi buat gw tidak melakukan hal yang bersinggungan langsung dengan area pembicaraan dia adalah respon yang gw kasih.

Ya, mungkin kedengerannya tega. Ngga punya perasaan. But, that’s me – ya mungkin gw bisa dibilang icy, stiff, cold, whatever… Toh, selama hati gw says ‘OK’ dan ngga ngasih sinyal ‘gw-udah-ngelawan-kata-hati’ – semuanya ngga akan menjadi ‘seberbahaya’ yang gw kira sebelumnya. Mungkin untuk ‘tega’, gw perlu melangkah dari ketakutan untuk menyakiti perasaan orang. Buat gw, hal tersebut memerlukan satu langkah dengan keberanian yang besar. Mungkin, langkah yang gw ambil akan bikin orang tersebut kecewa, tapi selama tindakan gw mengandung kebenaran di dalamnya – semuanya akan mendatangkan kebaikan.

Masalahnya, perspektif benar dan salah antara setiap orang kan beda… Nah, justru itu makanya kita perlu tega. Hehehe… Jahat banget gw… Ah ngga ah (bela diri).

No comments:

Post a Comment